MEDIAKTUAL.
COM – MAKASSAR :
Bak selebritis yang gemar sensasi, pastilah selalu memantik perhatian publik.
Kondisi seperti itulah, juga menjadi ‘magnet’ tersendiri setiap kali digelar sidang kasus dugaan korupsi proyek Infrastruktur di Sulsel, di Pengadilan Tipikor Kantor Pengadilan Negeri Kelas 1 Khusus Makassar.
Yang menarik dicermati, beberapa kali sidang terdakwa Agung Sucipto (AS) dan menghadirkan beberapa orang saksi (pengusaha, ajudan dan eks pejabat), termasuk kesaksian langsung tersangka Nurdin Abdullah (NA) secara virtual, tampak jelas tak satupun keterangan saksi yang meringankan Gubernur Sulsel nonaktif itu.
Umumnya, para saksi mengaku uang miliaran itu ‘diketahui’ dan atas suruhan langsung tersangka NA, (baca : berita kesaksian dua ajudan dan mantan Karo Pengadaaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel).
Info terbaru, pada Hari Kamis 17 Juni 2021 lalu, sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino didampingi anggotanya M Yusuf Karim dan Arif Agus Nandito, terkuak bahwa AS terdakwa penyuap NA, disebut pernah menawarkan proyek irigasi di Kabupaten Sinjai kepada pengusaha lain.
Saat itu, Anggu, sapaan Agung Sucipto, pernah meminta dana Rp 1 miliar.
Kesaksiaanya dalam persidangan, pengusaha yang ditawari itu adalah Harry Syamsuddin, Komisaris PT Purnama Karya Nugraha.
Awalnya, jaksa KPK bertanya kepada Harry soal awal mula Anggu meminta uang Rp 1 miliar kepadanya.
Namun, Harry berjanji nanti pada 26 Februari 2021 dan diminta oleh Anggu untuk bertemu di salah satu kafe di Makassar.
“Jadi Saudara akhirnya melakukan pertemuan dengan Terdakwa. Pada saat Saudara jadi melakukan pertemuan dengan Terdakwa, apa yang dibicarakan?” tanya Jaksa KPK
Harry menjawab, pertemuannya dengan Anggu saat itu membahas terkait masalah keluarga dan soal dana Rp 1 miliar untuk proyek.
“Cerita soal Rp 1 miliar untuk proyek,” ungkap Harry.
Dilanjutkan, lima hari sebelum bertemu Anggu pada 26 Februari, Anggu memang sempat menelepon dirinya dan meminta dana Rp 1,5 miliar.
Namun, Harry hanya menyanggupi Rp 1 miliar, itu pun akan diberikan kepada Anggu setelah cair dana kreditnya dari bank.
“Kebetulan bisa (cair uang dari bank), yang cair itu Rp 5 miliar 500 juta (Rp 5,5 miliar), yang dikasih ke Pak Agung Rp 1 miliar 50 juta (Rp 1,05 miliar),” bebernya.
Harry sediri, mengaku dirinya Anggu merupakan kerabat dekat sehingga sering saling meminjam uang, termasuk Rp 1 miliar 50 juta yang diberikan kepada Anggu.
Iapun menyebut, pada pertemuan di kafe pada 26 Februari lalu, keduanya memang sempat membahas proyek di Pemprov Sulsel.
“Pernah saya dengar di Sinjai itu ada (dana) bantuan provinsi pengerjaan irigasi (tahun 2021). Dia bilang, ‘Saya (Agung Sucipto) bisa bantu dapatkan’,” terang Harry.
Mengaku tidak mengenal banyak orang di Pemprov Sulsel, sehingga Harry berharap lewat Anggu membantunya mendapatkan proyek irigasi tersebut.
Harry melalui melalui Direktur perusahaannya, Abd Rahman memang sempat menitipkan proposal proyek irigasi di Sinjai ke Pemprov Sulsel.
Giliran Hakim ketua Ibrahim Palino bertanya kepada Harry soal maksud memberikan uang Rp 1 miliar kepada Anggu.
Sebab, dalam pernyataannya, Harry mengaku memberikan uang itu karena dia dan Anggu kerabat dekat.
“Kamu kasih uangnya, apakah ada udang di balik batu? Apakah ada tujuan Saudara mendapatkan proyek? Kau kasih uang Rp 1 miliar 50 juta, apakah itu supaya kamu dapat proyek,” cecar Ibrahim Palino.
Harry, pun mengakui uang itu diberikan kepada Anggu agar Anggu dapat membantunya mendapat proyek irigasi di Sinjai.
“Pengharapannya begitu yang Mulia,” jawabnya.
Selanjutnya, apakah uang itu diharapkannya dapat diteruskan ke penentu pemenang tender proyek di Sulsel.
“Menurut Saudara, kamu kasih uang itu, kan bukan Pak Agung, apakah dalam hatimu saya kasih untuk diteruskan kepada orang yang menentukan?” tanya hakim lagi.
Harry lantas membenarkan pertanyaan hakim kepadanya bahwa uang Rp 1 miliar tersebut dapat diteruskan kepada penentu pemenang tender proyek di Pemprov Sulsel.
Sejumlah praktisi hukum dan aktivis penggiat korupsi di Makassar menilai, dari keterangan Saksi Harry itu diyakini posisi NA semakin terjepit, meskipun sebelumnya ada sanggahan atau bantahan dari tersangka bergelar Prof itu.
Pada sidang-sidang sebelumnya, sejumlah saksi mengungkap bagaimana siasat Nurdin meminta uang miliaran rupiah dan uang dalam bentuk Dolar Singapura (SGD) dari sejumlah kontraktor peserta tender proyek di Sulsel.
Saksi yang ‘bernyanyi’ saat itu, eks Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sulsel Sari Pudjiastuti dan dua orang ajudan NA yakni Syamsul Bahri dan Muhammad Salman Natsir.
Keterangan saksi, dibantah NA. Dia menyebut aliran dana dari kontraktor bukan untuk kepentingan dirinya, melainkan untuk pembangunan Nasjid hingga pemenangan salah satu Paslon di Pilkada Bulukumba.
Dengan mimik kesal, NA spontan bersumpah untuk meyakinkan Jaksa KPK.
“Pernyataan Sari itu merupakan fitnah. Saya bersumpah, Ibu Sari tidak memberikan penjelasan yang sesungguhnya tentang saya. Saya sangat kecewa, kok tiba-tiba orang ini (Sari Pudjiastuti) lupa semua, padahal saya sudah memberikan contoh yang baik,” ujar tersangka NA dari balik layar virtual KPK
Setali tiga uang, ungkapan Sari terkait siasat NA, toh diakui pula dua ajudannya yakni Salman Natsir dan Syamsul Bachri.
“Saya tidak pernah terima uang dari Haji Momo,” bantah NA.
Padahal, Salman mengaku menerima uang dari pengusaha asal Soppeng H.Momo sebesar 1 miliar.
Selanjutnya, Salman diminta oleh NA menarik uang Rp 800 juta di Bank Mandiri.
Lagi-lagi, kesaksian Salman dibantah NA. Menurutnya, dia memerintahkan Salman menarik dana Rp 800 juta untuk pemberian THR kepada beberapa orang pegawai di Rujab Gubernur Sulsel.
Uang baru Rp 800 juta tersebut , katanya, dikemas oleh ajudan Syamsul Bahri ke dalam beberapa amplop.
“Jadi langsung dia amplopin ini, dibagikan ke sopir, penjaga taman dan Walpri (Oengawal Pribadi),” aku NA.
Belakangan, NA pun mengakui pemberian Anggu itu sebesar (SGD 150 ribu).
“Untuk gubernur pribadi saya tolak, tapi karena ini untuk pilkada makanya saya terima,” timpalnya meyakinkan JPU.
Bak gayung bersambut, ajudan Syamsul Bahri pun memberatkan mantan atasannya.
“NA sempat menerima dana milaran rupiah dari 2 pengusaha, yakni Rp 2,2 miliar dari pengusaha Fery Tanriady dan Rp 1 miliar dari Khaeruddin,” bebernya
Nyanyian Syamsul dibenarkan NA. Alasannya, uang yang diterimanya bukan untuk dirinya melainkan untuk pembangunan Masjid di Perumahan Dosen (Perdos) Unhas, Tamalanrea, Makassar tempat kediaman pribadinya.
Menyimak hasil dan fakta sidang kasus dugaan korupsi proyek infrastruktur Sulsel dan masih terus bergulir setiap pekan itu, hampir diyakini ketidak-terlibatan Nurdin Abdullah sangatlah kecil.
Artinya, dari sejumlah saksi yang dihadirkan, belum ada satupun yang meringankan tersangka NA, termasuk tersangka lainnya AS dan Edy Rahmat.
“Kulihat ini kasus, sessa mentongi NA. Bantahannya dengan bersumpah ‘Demi Allah’ ngeri juga mendengarnya. Tapi…itulah konsekuensi mesti diterima namanya pejabat yang pernah ‘berkuasa’. Berani berbuat ya…tentu berani bertanggungjawab,” sentil seorang aktivis LSM yang enggan ditulis namanya itu.(/r/bs/red)